MAKALAH
KONFLIK ORGANISASI DAN MANAJEMEN KONFLIK
DALAM
ORGANISASI KEPERAWATAN
Disusun oleh:
Ketua : Cece Cahyadi
Anggota :
1.
Isna
Nisa Navisah
2.
Kurniawan
Mustika Dewi
3.
Murah
Juliana
Kelas : II B
AKADEMI
KEPERAWATAN AKPER SERULINGMAS CILACAP
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT, rahmat serta hidayahnya, kami dapat menyelesaikan makalah tentang Konflik Organisasi Dan Manajemen Konflik Dalam Organisasi Keperawatan. Makalah
ini di gunakan sebagai tugas dari Mata Kuliah Manajemen Keperawatan yang sangat penting
bagi kami. Disamping itu dapat menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan, melalui
makalah ini, kami juga dapat memperoleh ilmu dan wawasan yang luas.
Bagaimana hasilnya masih sanagt sederhana. Makalah ini dapat
terselesaikan berkat bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan
ini kami mengucapkan terima kasih.
Kami selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang membaca
Makalah kami. Semoga makalah ini bisa bermanfaat.
Maos,
6 Desember 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Cover.................................................................................................................................... i
Kata
Pengantar..................................................................................................................... ii
Daftar
isi............................................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
Latar
Belakang..................................................................................................................... 1
Tujuan
.................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ………………................................................................ 2
Konflik
Organisasi ........................................................................................................... 2
Manajemen
Konflik Dalam Organisasi ....................................................................... 7
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan......................................................................................................................... 24
Saran................................................................................................................................... 24
Daftar pustaka
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Pendahuluan
Dalam interaksi
dan interelasi sosial antar individu atau antar kelompok, konflik sebenarnya
merupakan hal alamiah. Dahulu konflik dianggap sebagai gejala atau fenomena
yang tidak wajar dan berakibat negatif, tetapi sekarang konflik dianggap
sebagai gejala yang wajar yang dapat berakibat negatif maupun positif tergantung
bagaimana cara mengelolanya. Jika
Anda ingin mendapatkan slide presentasi yang bagus tentang management skills
dan personal development,
Dari pandangan
baru dapat kita lihat bahwa pimpinan atau manajer tidak hanya wajib menekan dan
memecahkan konflik yang terjadi, tetapi juga wajib untuk mengelola/memanaj
konflik sehingga aspek-aspek yang membahayakan dapat dihindari dan ditekan
seminimal mungkin, dan aspek-aspek yang menguntungkan dikembangkan semaksimal
mungkin.
B.
Tujuan
1.
Mengetahui
tentang pengertian konflik organisasi
2.
Mengetahui
tentang manjaemen konflik dalam organisasi
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konflik
Organisasi
1.
Definisi
Konflik
Dalam
interaksi dan interelasi sosial antar individu atau antar kelompok, konflik
sebenarnya merupakan hal alamiah. Dahulu konflik dianggap sebagai gejala atau
fenomena yang tidak wajar dan berakibat negatif, tetapi sekarang konflik
dianggap sebagai gejala yang wajar yang dapat berakibat negatif maupun positif
tergantung bagaimana cara mengelolanya. Jika
Anda ingin mendapatkan slide presentasi yang bagus tentang management skills
dan personal development,
2. Penyebab
Konflik
Konflik
di dalam organisasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :
a.
Faktor Manusia
1)
Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena
gaya kepemimpinannya.
2)
Personil yang mempertahankan
peraturan-peraturan secara kaku.
3)
Timbul karena ciri-ciri kepriba-dian
individual, antara lain sikap egoistis, temperamental, sikap fanatik, dan sikap
otoriter.
b.
Faktor Organisasi
1)
Persaingan dalam menggunakan sumberdaya.
Apabila sumberdaya baik
berupa uang, material, atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat
timbul persaingan dalam penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik
antar unit atau departemen
dalam suatu organisasi.
2)
Perbedaan tujuan antar unit-unit
organisasi.
Tiap-tiap unit dalam
organisasi mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan
ini sering mengarah pada konflik minat antar unit tersebut. Misalnya, unit
penjualan menginginkan harga yang relatif rendah dengan tujuan untuk lebih
menarik konsumen, sementara unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan
tujuan untuk memajukan perusahaan.
3)
Interdependensi tugas.
Konflik terjadi karena
adanya saling ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.
Kelompok yang satu tidak dapat bekerja karena menunggu hasil kerja dari
kelompok lainnya.
4)
Perbedaan nilai dan persepsi.
Suatu kelompok tertentu
mempunyai persepsi yang negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak
“adil”. Para manajer yang relatif muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat
tugas-tugas yang cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan para manajer senior
men¬dapat tugas yang ringan dan sederhana.
5)
Kekaburan yurisdiksional.
Konflik terjadi karena
batas-batas aturan tidak jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang
tindih.
6)
Masalah status.
Konflik dapat terjadi
karena suatu unit/departemen mencoba memperbaiki dan meningkatkan status,
sedangkan unit/departemen yang lain menganggap sebagai sesuatu yang mengancam
posisinya dalam status hirarki organisasi.
7)
Hambatan komunikasi.
Hambatan komunikasi,
baik dalam perencanaan, pengawasan, koordinasi bahkan kepemimpinan dapat
menimbulkan konflik antar unit/ departemen. (Jika Anda ingin mendapatkan slide
presentasi yang bagus tentang management skills dan personal development.
3. Akibat-akibat
konflik
Konflik
dapat berakibat negatif maupun positif tergantung pada cara mengelola konflik
tersebut.
a. Akibat
negative
1) Menghambat
komunikasi.
2) Mengganggu
kohesi (keeratan hubungan).
3) Mengganggu
kerjasama atau “team work”.
4) Mengganggu
proses produksi, bahkan dapat menurunkan produksi.
5) Menumbuhkan
ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
6) Individu
atau personil menga-lami tekanan (stress), mengganggu konsentrasi, menimbulkan
kecemasan, mangkir, menarik diri, frustrasi, dan apatisme.
b. Akibat
Positif
1) Membuat
organisasi tetap hidup dan harmonis.
2) Berusaha
menyesuaikan diri dengan lingkungan.
3) Melakukan
adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan per-baikan dalam sistem dan
prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan organisasi.
4) Memunculkan
keputusan-keputusan yang bersifat inovatif.
5) Memunculkan
persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat.
4. Cara Mengatasi Konflik
Mengatasi
dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang sederhana. Cepat-tidaknya
suatu konflik dapat diatasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan
pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot
atau tingkat konflik tersebut serta kemampuan campur tangan (intervensi) pihak
ketiga yang turut berusaha mengatasi konflik yang muncul.
a.
Diatasi oleh pihak-pihak yang
bersengketa:
1) Rujuk
Merupakan suatu usaha
pendekatan dan hasrat untuk kerja-sama dan menjalani hubungan yang lebih baik,
demi kepentingan bersama.
2) Persuasi
Usaha mengubah po-sisi
pihak lain, dengan menunjukkan kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti
faktual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten
dengan norma dan standar keadilan yang berlaku.
3) Tawar-menawar
Suatu penyelesaian yang
dapat diterima kedua pihak, dengan saling mempertukarkan konsesi yang dapat
diterima. Dalam cara ini dapat digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa
mengemukakan janji secara eksplisit.
4)
Pemecahan masalah terpadu
Usaha menyelesaikan
masalah dengan memadukan kebutuhan kedua pihak. Proses pertukaran informasi,
fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan
rasa saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan secara bersama
de¬ngan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.
5)
Penarikan diri
Suatu penyelesaian
masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak menarik diri dari hubungan. Cara ini
efektif apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu berinteraksi dan tidak
efektif apabila tugas saling bergantung satu sama lain.
6)
Pemaksaan dan penekanan
Cara ini memaksa dan
menekan pihak lain agar menyerah; akan lebih efektif bila salah satu pihak
mempunyai wewenang formal atas pihak lain. Apabila tidak terdapat perbedaan
wewenang, dapat dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya.
Cara ini sering kurang efektif karena salah satu pihak hams mengalah dan
menyerah secara terpaksa.
b. Intervensi
(campur tangan) pihak ketiga:
Apabila fihak yang
bersengketa tidak bersedia berunding atau usaha kedua pihak menemui jalan
buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam penyelesaian konflik.
1) Arbitrase
(arbitration)
Pihak ketiga
mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang mencari
pemecahan mengikat. Cara ini mungkin tidak menguntungkan kedua pihak secara
sama, tetapi dianggap lebih baik daripada terjadi muncul perilaku saling agresi
atau tindakan destruktif.
2) Penengahan
(mediation)
Menggunakan
mediator yang diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu
mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan
memperjelas masalah serta mela-pangkan jalan untuk pemecahan masalah secara
terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku
mediator.
3) Konsultasi
Tujuannya untuk memperbaiki
hubungan antar kedua pihak serta mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk
menyelesaikan konflik. Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan
tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk
meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak terganggu
dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian masalah yang
menjadi pokok sengketa.
5. Hal-hal
yang Perlu Diperhatikan Dalam Mengatasi Konflik
a. Ciptakan
sistem dan pelaksanaan komunikasi yang efektif.
b. Cegahlah
konflik yang destruktif sebelum terjadi.
c. Tetapkan
peraturan dan prosedur yang baku terutama yang menyangkut hak karyawan.
d. Atasan
mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan konflik yang muncul.
e. Ciptakanlah
iklim dan suasana kerja yang harmonis.
f. Bentuklah
team work dan kerja-sama yang baik antar kelompok/ unit kerja.
g. Semua
pihak hendaknya sadar bahwa semua unit/eselon merupakan mata rantai organisasi
yang saling mendukung, jangan ada yang merasa paling hebat.
h. Bina
dan kembangkan rasa solidaritas, toleransi, dan saling pengertian antar
unit/departemen/ eselon.
B. Manajemen
Konflik Dalam Organisasi
1.
Manajemen
Konflik
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan
reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik
termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan
pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar
dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi.
Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang
diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini
karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan
terhadap pihak ketiga.
Menurut Ross (1993), manajemen konflik merupakan
langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka
mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin
menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak
mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau
agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama
dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau
pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi
pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku)
para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran
terhadap konflik.
2.
Pengelolaan Konflik
Konflik
dapat dicegah atau dikelola dengan :
a.
Disiplin
Mempertahankan disiplin
dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Manajer perawat harus
mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika
belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.
b.
Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan
Kehidupan
Konflik dapat dikelola
dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan
tahapan hidupnya. Misalnya; Perawat junior yang berprestasi dapat dipromosikan
untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan bagi perawat
senior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih
tinggi.
c.
Komunikasi
Suatu Komunikasi yang
baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang
dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan
komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan
sebagai satu cara hidup.
d. Mendengarkan
secara aktif
Mendengarkan secara
aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa
penerimaan para manajer perawat telah memiliki pemahaman yang benar, mereka
dapat merumuskan kembali permasalahan para pegawai sebagai tanda bahwa mereka
telah mendengarkan.
3. Teknik
atau Keahlian untuk Mengelola Konflik
Pendekatan
dalam resolusi konflik tergantung pada :
a. Konflik
itu sendiri
b. Karakteristik
orang-orang yang terlibat di dalamnya
c. Keahlian
individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik
d. Pentingnya
isu yang menimbulkan konflik
e. Ketersediaan
waktu dan tenaga
4. Metode
untuk Menangani Konflik
Metode
yang sering digunakan untuk menangani konflik adalah pertama dengan mengurangi
konflik; kedua dengan menyelesaikan konflik. Untuk metode pengurangan konflik
salah satu cara yang sering efektif adalah dengan mendinginkan persoalan
terlebih dahulu (cooling thing down). Meskipun demikian cara semacam ini
sebenarnya belum menyentuh persoalan yang sebenarnya. Cara lain adalah dengan
membuat “musuh bersama”, sehingga para anggota di dalam kelompok tersebut
bersatu untuk menghadapi “musuh” tersebut. Cara semacam ini sebenarnya juga
hanya mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang mengalami
konflik.
Cara
kedua dengan metode penyelesaian konflik. Cara yang ditempuh adalah sebagai
berikut :
a. Dominasi
(Penekanan)
Metode-metode dominasi
biasanya memilki dua macam persamaan, yaitu mereka menekan konflik, dan bahkan
menyelesaikannya dengan jalan memaksakan konflik tersebut menghilang “di bawah tanah”. Mereka menimbulkan suatu situasi
manang-kalah, di mana pihak yang kalah terpaksa mengalah kaena otoritas lebih
tinggi, atau pihak yang lebih besar kekuasaanya, dan mereka biasanya menjadi
tidak puas, dan sikap bermusuhan muncul. Tindakan
dominasi dapat terjadi dengan macam-macam cara sebagai berikut :
1) Memaksa
(Forcing)
Apabila orang yang
berkuasa pada pokoknya menyatakan “Sudah, jangan banyak bicara, saya berkuasa
di sini, dan Saudara harus melaksanakan perintah saya”, maka semua argumen
habis sudah. Supresi otokratis demikian memang dapat menyebabkan timbulnya
ekspresi-ekspresi konflik yang tidak langsung, tetapi destruktif seperti
misalnya ketaatan dengan sikap permusuhan (Malicious obedience) Gejala tersebut
merupakan salah satu di antara banyak macam bentuk konflik, yang dapat
menyebar, apabila supresi (peneanan) konflik terus-menerusa diterapkan.
2) Membujuk
(Smoothing)
Dalam kasus membujuk,
yang merupakan sebuah cara untuk menekan (mensupresi) konflik dengan cara yang
lebih diplomatic, sang manager mencoba mengurangi luas dan pentingnya
ketidaksetujuan yang ada, dan ia mencoba secara sepihak membujuk phak lain,
untuk mengkuti keinginannya. Apabila sang manager memilki lebih banyak
informasi dibandingkan dengan pihak lain tersebut, dan sarannya cukup masuk
akal, maka metode tersebut dapat bersifat efektif. Tetapi andaikata terdapat
perasaan bahwa sang menejer menguntungkan pihak tertentu, atau tidak memahami
persoalan yang berlaku, maka pihak lain yang kalah akan menentangnya.
3) Menghindari
(Avoidence)
Apabila
kelompok-kelompok yang sedang bertengkar datang pada seorang manajer untuk
meminta keputusannya, tetapi ternyata bahwa sang manajer menolak untuk turut
campur dalam persoalan tersebut, maka setiap pihak akan mengalami perasaan
tidak puas. Memang perlu diakui bahwa sikap pura-pura bahwa tidak ada konflik,
merupakan seuah bentuk tindakan menghindari. Bentuk lain adalah penolakan
(refusal) untuk menghadapi konflik, dengan jalan mengulur-ulur waktu, dan
berulangkali menangguhkan tindakan, “sampai diperoleh lebih banyak informasi”
4) Keinginan
Mayoritas (Majority Rule)
Upaya untuk
menyelesaikan konflik kelompok melalui pemungutan suara, dimana suara terbanyak
menang (majority vote) dapat merupakan sebuah cara efektif, apabla para angota
menganggap prosedur yang bersangkutan sebagai prosedur yang “fair” Tetapi,
apabila salah satu blok yang memberi suara terus-menerus mencapai kemenangan,
maka pihak yang kalah akan merasa diri lemah dan mereka akan mengalami
frustrasi.
b. Penyelesaian
secara integrative
Dengan menyelesaikan
konflik secara integratif, konflik antar kelompok diubah menjadi situasi
pemecahan persoalan bersama yang bisa dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik
pemecahan masalah (problem solving). Pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama
mencoba memecahkan masalahnya,dan bukan hanya mencoba menekan konflik atau
berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi organisasi,
dalam prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena kurang adanya
kemauan yang sunguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan yang
menimbulkan persoalan. . Ada tiga macam tipe metode penyelesaian konflik secara
integrative yaitu metode (Consensus (concencus), Konfrontasi (Confrontation) dan Penggunaan
tujuan-tujuan superordinat (Superordinate goals) (Winardi, 1994 : 84- 89)
c. Kompetisi
Penyelesaian konflik
yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain.
Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
Win-Lose Orientation terdiri dari lima orientasi sebagai
berikut:
1) Win-Lose
(Menang – Kalah)
Paradigma ini
mengatakan jika “saya menang, anda kalah “. Dalam gaya ini seseorang cenderung
menggunakan kekuasaan, jabatan, mandat, barang milik, atau kepribadian untuk
mendapatkan apa yang diinginkan dengan mengorbankan orang lain. Dengan
paradigma ini seseorang akan merasa berarti jika ia bisa menang dan orang lain
kalah. Ia akan merasa terancam dan iri jika orang lain menang sebab ia berpikir
jika orang lain menang pasti dirinya kalah. Jika menang pun sebenarnya ia
diliputi rasa bersalah karena ia menganggap kemenangannya pasti mengorbankan
orang lain. Pihak yang kalah pun akan menyimpan rasa kecewa, sakit hati, dan
merasa diabaikan.
Sikap Menang-Kalah
dapat muncul dalam bentuk :
a) Menggunakan
orang lain , baik secara emosional atau pun fisik, untuk kepentingan diri.
b) Mencoba
untuk berada di atas orang lain.
c) Menjelek-jelekkan
orang lain supaya diri sendiri nampak baik.
d) Selalu
mencoba memaksakan kehendak tanpa memperhatikan perasaan orang lain.
e) Iri
dan dengki ketika orang lain berhasil
2) Lose-Win
(Kalah – Menang).
Dalam gaya ini
seseorang tidak mempunyai tuntutan, visi, dan harapan. Ia cenderung cepat
menyenangkan atau memenuhi tuntutan orang lain. Mereka mencari kekuatan dari
popularitas atau penerimaan. Karena paradigma ini lebih mementingkan
popularitas dan penerimaan maka menang bukanlah yang utama. Akibatnya banyak
perasaan yang terpendam dan tidak terungkapkan sehingga akan menyebabkan
penyakit psikosomatik seperti sesak napas, saraf, gangguan sistem peredaran darah
yang merupakan perwujudan dari kekecewaan dan kemarahan yang mendalam.
3) Lose-Lose
(Kalah – Kalah)
Biasanya terjadi jika
orang yang bertemu sama-sama punya paradigma Menang-Kalah. Karena keduanya
tidak bisa bernegosiasi secara sehat, maka mereka berprinsip jika tidak ada
yang menang , lebih baik semuanya kalah. Mereka berpusat pada musuh, yang ada
hanya perasaan dendam tanpa menyadari jika orang lain kalah dan dirinya kalah
sama saja dengan bunuh diri.
4) Win
(Menang)
Orang bermentalitas
menang tidak harus menginginkan orang lain kalah. Yang penting adalah mereka
mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang bermentalitas menang menjadi egois
dan akan mencapai tujuannya sendiri. Jika hal ini menjadi pola hidupnya maka ia
tidak akan bisa akrab dengan orang lain, merasa kesepian, dan sulit kerja sama
dalam tim.
5) Win-Win
(Menang-Menang)
Menang-Menang adalah
kerangka pikiran dan hati yang terus menerus mencari keuntungan bersama dalam
semua interaksi. Menang-Menang berarti mengusahakan semua pihak merasa senang
dan puas dengan pemecahan masalah atau keputusan yang diambil. Paradigma ini memandang
kehidupan sebagai arena kerja sama bukan persaingan. Paradigma ini akan
menimbulkan kepuasan pada kedua belah pihak dan akan meningkatkan kerja sama
kreatif.
d. Kompromi
Melalui kompromi
mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di tengah dari dua
pihak yang berkonflik. Cara ini lebih memperkecil kemungkinan untuk munculnya
permusuhan yang terpendam dari dua belah pihak yang berkonflik, karena tidak
ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian, dipandang dari
pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik, karena tidak
membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk
menyenangkan kedua belah pihak yang saling bertentangan atau berkonflik. Yang termasuk kompromi diantaranya
adalah:
1) Akomodasi
Penyelesaian konflik
yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya
penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri.
Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
2) Sharing
Suatu pendekatan
penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu
pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran
moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
3) Konflik
Antara Karyawan dengan Pimpinan
Konflik jenis ini
relatif sulit karena sering tidak dinyatakan secara terbuka. Umumnya karyawan
pihak karyawan lebih cenderung untuk diam, meskipun mengalami pertentangan
dengan pihak atasan. Yang penting bagi suatu organisasi adalah agar setiap
konflik hendaknya bisa diselesaikan dengan baik. Kebanyakan suatu konflik
menjadi makin berat karena lama terpendam. Karena itulah penting bagi suatu
organisasi “menemukan” konflik atau sumbernya sedini mungkin. Cara yang
ditempuh adalah dengan menggalakkan saluran komunikasi ke atas ( up ward channel
of communication ). Menurut Heidjrachman Ranupandojo ada beberapa cara yang
bisa dipakai untuk menemukan konflik atau sumbernya, yaitu :
a) Membuat
prosedur penyelesaian konflik (grievance procedure)
Dengan adanya
“grievance procedure” ini memberanikan karyawan untuk mengadu kalau dirasakan
adanya ketidak adilan. Keberanian untuk segera memberitahukan masalah,
merupakan suatu keuntungan bagi organisasi/perusahaan.
b) Observasi
langsung
Tidak semua konflik
disuarakan oleh karyawan. Oleh karena itu ketajaman observasi dari pimpinan
akan dapat mendeteksi ada tidaknya suatu (sumber) konflik, sehingga dapat
segera ditangani sebelum mengalami eskalasi.
c) Kotak
saran (suggestion box)
Cara semacam ini banyak
digunakan oleh perusahaan atau lembaga-lembaga lain. Cara ini cukup efektif
karena para karyawan ataupun para pengadu tidak perlu bertatap muka dengan
pimpinan. Bahkan bisa merahasiakan identitasnya. Namun, lembaga juga harus
hati-hati karena adanya kemungkinan adanya “fitnah” dari kotak saran tersebut.
d) Politik
pintu terbuka
Politik pintu terbuka
memang sering diumumkan, tetapi hasilnya sering tidak memuaskan. Hal ini sering
terjadi karena pihak pimpinan tidak sungguh-sungguh dalam “membuka” pintunya.
Paling tidak ini dirasakan oleh karyawan. Juga adanya keseganan dari pihak
karyawan sering menjadi penghalang terhadap keberhasilan cara semacam ini.
e) Mengangkat
konsultan personalia
Konsultan personalia
pada umumnya seorang ahli dalam bidang psikologi dan biasanya merupakan staf
dari bagian personalia. Kadang-kaang karyawan segan pergi menemui atasannya,
tetapi bisa menceritakan kesulitannya pada konsultan psikologi ini.
f) Mengangkat
“ombudsman”
Ombudsman adalah orang
yang bertugas membantu “mendengarkan” kesulitan-kesulitan yang ada atau dialami
oleh karyawan untuk diberitahukan kepada pimpinan. Ombudsman biasanya adalah
orang yang disegani karena kejujuran dan keadilannya.
5. Langkah-langkah
Manajemen Untuk Menangani Konflik
a. Menerima
dan mendefinisikan pokok masalah yang menimbulkan ketidak puasan.
Langkah
ini sangat penting karena kekeliruan dalam mengetahui masalah yang sebenarnya
akan menimbulkan kekeliruan pula dalam merumuskan cara pemecahannya.
b. Mengumpulkan
keterangan/fakta
Fakta
yang dikumpulkan haruslah lengkap dan akurat, tetapi juga harus dihindari
tercampurnya dengan opini atau pendapat. Opini atau pendapat sudah dimasuki
unsur subyektif. Oleh karena itu pengumpulan fakta haruslah dilakukan denganm
hati-hati
c. Menganalisis
dan memutuskan
Dengan diketahuinya
masalah dan terkumpulnya data, manajemen haruslah mulai melakukan evaluasi
terhadap keadaan. Sering kali dari hasil analisa bisa mendapatkan berbagai
alternatif pemecahan.
d. Memberikan
jawaban
Meskipun manajemen
kemudian sudah memutuskan, keputusan ini haruslah dibertahukan kepada anggota
organisasi.
e. Tindak
lanjut
Langkah ini diperlukan
untuk mengawasi akibat dari keputusan yang telah diperbuat.
f. Pendisiplinan
Konflik dalam
organisasi apabila tidak ditangani dengan baik bisa menimbulkan tindakan
pelecehan terhadap aturan main yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu
pelecehan ataupun pelanggaran terhadap peraturan permainan (peraturan
organisasi) haruslah dikenai tindakan pendisiplinan agar peraturan tersebut
memiliki wibawa.
Tindakan pendisiplinan
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pendisiplinan yang bersifat positif dan yang
bersifat negatif. Yang positif adalah dengan memberi nasihat untuk kebaikan
pada masa yang akan datang, sedangkan cara-cara yang negatif mulai dari yang
ringan sampai yang berat, antara lain dengan :
1) diberi
peringatan secara lesan
2) diberi
peringatan secara tertulis
3) dihilangkan/dikurangi
sebagian haknya
4) didenda
5) dirumahkan
sementara ( lay-off )
6) diturunkan
pangkat/jabatannya
7) diberhentikan
dengan hormat
8) diberhentikan
tidak dengan hormat
Menurut Heidjarachman
Ranupandojo pendisiplinan perlu memperhatikan beberapa pedoman, seperti :
1) Pendisiplinan
hendaknya dilakukan secara pribadi/individual. Tidak seharusnya memberikan
teguran kepada bawahan di hadapan orang banyak. Hal ini akan memalukan bawahan
yang ditegur (meskipun mungkin benar bersalah), sehingga bisa menimbulkan rasa
dendam.
2) Pendisiplinan
haruslah bersifat membangun. Memberikan teguran hendaknya juga disertai dengan
saran tentang bagaimana seharusnya berbuat untuk tidak mengulangi kesalahan
yang sama untuk waktu yang akan datang.
3) Pendisiplinan
haruslah dilakukan oleh atasan langsung dengan segera. Jangan menunda-nunda
pemberian pendisiplinan sampai masalahnya terlupakan. Sewaktu kesalahan masih
segar teguran akan lebih efektif daripada diberikan selang beberapa waktu.
4) Keadilan
dalam pendisiplinan sangat diperlukan. Suatu kesalahan yang sama hendaknya
diberikan hukuman yang sama pula. Jangan melakukan pendisiplinan dengan pilih
kasih.
5) Pimpinan
tidak seharusnya memberikan pendisiplinan pada waktu bawahan sedang absen.
6) Setelah
pendisiplinan sikap pimpinan haruslah wajar kembali.
Tidak dibenarkan apabila setelah
melakukan pendisiplinan pimpinan tetap bersikap membenci bawahan yang telah
melakukan kesalahan. Rasa membenci hanya akan menimbulkan perlakuan yang tidak
adil.
6. Managemen konflik
bagi pengelola keperawatan
PENDAHULUAN
:
HAM
PERBEDAAN PANDANGAN/IDE
KONFLIK
HAMBATAN KERJA
PENURUNAN PRODUKTIFITAS
~
·
MEMFASILITASI LINGKUNGAN
KONDUSIF
·
ADIL DAN BIJAKSANA
PENGERTIAN KONFLIK
·
PERBEDAAN
PANDANGAN
·
PERISTIWA MENAKUTKAN
·
HARUS
DIHINDARI
PERISTIWA
ALAMIAH
PENYEBAB
KONFLIK:
1.
TAK TERPENUHI KDM
2.
TINGKAT KETERGANTUNGAN DALAM PEL. KEPERAWATAN.
3.
PERSEPSI
TAK SAMA
4.
PERAN
TIDAK SESUAI/TIDAK JELAS
KONFLIK
DAPAT ( + ), JIKA :
·
TAK DIABAIKAN
·
BERPERAN/FUNGSI
UNTUK PERUBAHAN-PERUBAHAN.
·
PROSES PENYELESAIANYA TEPAT.
KONFLIK DAPAT ( -),
JIKA :
·
MENGGANGGU :
* ENERGI
* SUMBER-SUMBER
* WAKTU
·
TIDAK DIKONTROL
·
PROSES PENYELESAIANYA KURANG TEPAT
DAMPAK
TERJADINYA KONFLIK :
Negatif (-) :
* MENIMBULKAN PERILAKU KONFLIK
* MENOLAK KERJASAMA
*
KOMPETISI TAK SEHAT ↓ PRODUKTIFITAS
*
MENGUASAI/MENDOMINASI KERJA
* MERUSAK
KESATUAN
Positif (+) :
* MENINGKATKAN MOTIVASI
PERKEMBANGAN
KONFLIK :
I. TAHAP
AWAL
·
RASA CURIGA/RASA BERSALAH
·
BELUM JELAS TANDA PERUBAHAN
II. TAHAP
KEDUA :
* MENAMPAKAN RASA BERMUSUHAN.
III. TAHAP KETIGA
: * MENARIK
DIRI
*
MENGHIDARI PENYELESAIAN.
IV. TAHAP AKHIR :
* RASA BERMUSUHAN YANG DALAM.
TYPE KONFLIK :
1. KONFLIK
LANGSUNG : Perbedaan
pandangan interpersonal
2. KONFLIK TAK LANGSUNG : Perbedaan pandangan
individu dgn organisasi..
PROSES PENYELESAIAN
KONFLIK :
ANALISA SITUASI KONFLIK:
·
PERMASALAHAN
·
SUMBER/PENYEBAB KONFLIK
·
PERSONAL YANG
TERLIBAT
·
TAHAP KONFLIK
·
TYPE KONFLIK
·
KLARIFIKASI DAN VALIDASI
PERSAMAAN PANDANGAN
PENYELESAIAN KONFLIK
MENCARI METODE
PENYELESAIAN KONFLIK :
1.
MENGHINDARI
2.
MEMAKSA
3.
BERPIHAK
4.
KOLABORASI
5.
KOMPROMI.
KARAKTERISTIK
INDIVIDU YANG EFEKTIF DALAM PENYELESAIAN
KONFLIK :
1.
MEMANDANG KONFLIK SEBAGAI PROSES ALAMIAH
2.
PERCAYA ORANG LAIN DAN TERBUKA
3.
MELIBATKAN SEMUA PIHAK YANG TERKAIT DALAM PENYELESAIAN
KONFLIK
4.
TAK MENGORBANKAN SALAH SATU PIHAK
K E S I M
P U
L A N :
PERBEDAAN :
1.
MINAT
2.
MOTIVASI
3.
KEMAMPUAN
4.
PERILAKU
SITUASI KERJA
TERTENTU
↓
PERBEDAAN
IDE/PANDANGAN
↓
K O N F L I K
~
·
KESADARAN
DIRI
·
SENSITIFITAS
·
KOOPERATIF
·
ASERTIF.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Manajemen
konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar
dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang
berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk
tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi
kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang
berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat
tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku
dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
B.
Saran
Kami menyarankan
kepada pembaca agar makalah ini dapat dimengerti dan dipahami dengan baik,
sehingga kita dapat mengetahui tentang manajemen kepemimpinan dalam keperawatan. Agar dapat menjadi
pedoman buat kita sebagai perawat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar